Jakarta – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menyayangkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 terkait pengujian Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 9 Tahun 2020 yang dimohonkan oleh Partai Garuda mengenai persyaratan calon kepala daerah.
Permohonan tersebut diajukan oleh Ahmad Ridha Sabana dan koleganya, Ketua Umum Partai Garuda, yang mempersoalkan Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU No. 9/2020. Pasal tersebut menyatakan, “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon Bupati dan Wakil Bupati atau calon Walikota dan Wakil Walikota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon.”
MA membuat keputusan tersebut dalam waktu yang sangat singkat, hanya tiga hari, diproses pada 27 Mei dan diputuskan pada 29 Mei 2024. MA sependapat dengan dalil pemohon yang menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. MA mengubah ketentuan usia minimal untuk calon gubernur dan wakil gubernur dari yang semula 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi sejak pelantikan pasangan calon.
Begitu juga dengan calon bupati dan wakil bupati serta calon walikota dan wakil walikota, syarat usia diubah dari minimal 25 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon menjadi sejak dilantik. MA memerintahkan KPU untuk mencabut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU No. 9/2020.
Menanggapi hal tersebut, DEEP Indonesia menyatakan beberapa poin penting:
1. Preseden Buruk dalam Demokrasi: Putusan MA ini dianggap sebagai preseden buruk dalam demokrasi dan penuh dengan kepentingan politis. Neni Nur Hayati menegaskan bahwa atas nama kesetaraan dan keterwakilan anak muda, konstitusi telah diperalat dan diakali. Putusan ini dinilai hanya menguntungkan kandidat yang memiliki kekerabatan atau kedekatan dengan oligarki dan politik dinasti.
2. **Kecepatan Putusan Menimbulkan Pertanyaan**: DEEP menyayangkan kecepatan putusan MA yang terkesan kilat, menimbulkan tanda tanya publik karena minimnya keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini memicu dugaan bahwa putusan tersebut dimaksudkan untuk memuluskan jalan bagi anak Presiden, Kaesang Pangarep, yang akan maju menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.
3. Desakan kepada KPU: DEEP mendesak KPU untuk tidak menindaklanjuti putusan MA terkait perubahan syarat usia calon kepala daerah. KPU diharapkan konsisten dan imparsial karena tahapan pendaftaran pencalonan perseorangan sudah selesai dan sedang memasuki proses verifikasi administrasi. Jika KPU menindaklanjuti putusan MA, hal ini dianggap sebagai tindakan inkonsisten, terjebak pada kepentingan politik pragmatis jangka pendek, menggadaikan integritas, dan mencederai demokrasi.
4. Pengawasan oleh Masyarakat: DEEP meminta seluruh lapisan masyarakat untuk mengawal seluruh tahapan proses penyelenggaraan pilkada agar dapat terlaksana dengan jujur dan adil.
Dengan pernyataan ini, DEEP Indonesia menekankan pentingnya menjaga integritas dan kejujuran dalam proses demokrasi, serta mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi pelaksanaan pilkada agar demokrasi dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang adil dan transparan.