Bengkulu – Di balik jalan-jalan yang ramai dan sejarah yang terkadang terlupakan, tersembunyi sebuah komplek makam yang menjadi saksi bisu dari keberadaan peradaban Inggris di Bengkulu, Indonesia. Terletak di Jalan Jitra, Pasar Jitra, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, komplek makam ini mengisahkan kisah-kisah penguasa Inggris yang pernah berkuasa di bumi Bengkulu.
Masa kekuasaan Inggris di Bengkulu yang berlangsung dari tahun 1605 hingga 1824 meninggalkan jejak yang tak terhapuskan oleh waktu. Dalam kompleks makam ini terhampar beberapa makam penguasa Inggris seperti Parker Hutchinson, Macdouglas, dan tokoh-tokoh lainnya yang turut menyumbangkan sebagian dari sejarah panjang Bengkulu.
Namun, takdir berputar saat Perjanjian Traktat London pada 17 Maret 1824 memaksa Inggris untuk meninggalkan Bengkulu, mewariskan kekuasaannya kepada Belanda hingga tahun 1942. Kompleks makam yang dulunya menyimpan jasa-jasa penguasa Inggris kemudian juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi tentara Belanda yang gugur dalam pertempuran melawan tentara Jepang.
Usaha Pelestarian dan Pengakuan Budaya
Tak luput dari perhatian, pada tahun 1991 Gubernur Bengkulu, Razie Yahya, mengambil langkah untuk memperbaiki kondisi makam-makam yang tersedia. Monumen didirikan di tengah kompleks, menjadi penanda penghormatan terhadap warisan sejarah yang tak ternilai harganya. Langkah ini juga diresmikan dan ditandatangani oleh perwakilan Inggris, menandai kerjasama lintas budaya dalam memelihara sejarah.
Tak hanya sebagai tanda penghormatan, kompleks ini juga telah diakui secara resmi oleh pemerintah sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang No 11 tahun 2010. Langkah ini diambil guna menjaga kelestarian kompleks makam yang menjadi bukti hidup dari masa lalu yang tak terlupakan.
Kota Bengkulu: Panggung Sejarah yang Hidup
Sebagai ibu kota Provinsi Bengkulu, kota ini telah menyaksikan berbagai babak sejarah yang membangun identitasnya. Awalnya hanya merupakan pos perdagangan Belanda pada abad ke-17, kota ini kemudian menjadi saksi dari berdirinya Benteng Marlborough di bawah pimpinan Gubernur Joseph Collett pada tahun 1714-1719. Benteng ini tak hanya menjadi simbol pertahanan Inggris, namun juga menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan pusat pengawasan pelayaran di sekitarnya.
Kompleks makam Jitra, dengan segala kisah yang tersemat di dalamnya, berdiri tegak tak jauh dari Benteng Marlborough. Jaraknya yang hanya sekitar 640 meter menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang sejarah Bengkulu.
Merenung di Tengah Keabadian
Namun, di balik keagungan dan keindahan sejarah, terdapat pula realitas yang tak terelakkan. Kondisi sebagian makam sudah mulai mengalami kerusakan akibat usia. Meski begitu, tulisan yang terpahat di batu nisan masih setia bertahan, menyampaikan pesan-pesan dari masa lalu yang ingin terus diabadikan.
Mengunjungi kompleks makam Inggris di Bengkulu bukan hanya sekadar perjalanan melintasi ruang dan waktu, namun juga sebuah refleksi atas nilai-nilai keabadian dan keberanian para pahlawan yang telah menjunjung tinggi martabat manusia di masa lalu. Bersama kita berdiri di antara makam-makam yang memeluk sejarah, kita merenung dan memperingati perjalanan panjang sebuah peradaban yang takkan pernah padam di tengah lautan waktu yang tak berujung.