Kisah ini bermula dari hubunganku dengan seorang perempuan. Perempuan yang sempat singgah dalam hati dan pikiranku. Saat itu, hari-hari yang aku lalui terasa indah dan menyenangkan. Aku selalu riang gembira ketika bersamanya.
Namun, semenjak lulus dari bangku SMA, dia menghilang tanpa kabar. Padahal status kami masih ‘pacaran’. Nomornya tidak aktif. Medsosnya diblokir.
Waktu itu, aku belum paham, apa yang sebenarnya terjadi. Perangainya menyimpan misteri.Tingkahnya meninggalkan teka-teki. Semua terjawab ketika Gita, salah satu sahabatku bercerita bahwa pacarku telah mendua dengan Anton, teman baikku. Mereka menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi di belakangku ketika masih di sekolah. Baiklah, aku sudah paham. Dalam hati, aku berjanji tidak akan menyapanya seumur hidup. Maklum, saat itu aku hanyalah remaja yang sedang panas hatinya.
Setelah lulus SMA, aku beranjak pergi ke Bandung. Tentu saja untuk menimba ilmu. Aku diterima di salah satu Universitas terbaik di sana .Ya, aku diterima di UNPAD. Status sebagai mahasiswa begitu membanggakan. Aku memilih aktif di berbagai kegiatan organisasi intra maupun ekstra kampus. Aku dikenal sebagai aktivis yang vokal. Kawan-kawan menyebutku sebagai pembangkang. Ada juga yang menyebutku sebagai pemberontak. Tentu saja karena tingkahku di kampus yang selalu melawan aturan kampus yang tak memihak mahasiswa.
Di tengah berbagai kesibukan di dunia kampus, sebenarnya ada motivasi terselubung di dalamnya. Yaitu sebagai upaya melupakan mantan pacar waktu SMA. Kekecewaan dan penyesalan masa lalu tidak boleh menghentikan langkahku. Aku memilih menyelami beragam kegiatan yang produktif dibandingkan terus-terusan memikirkan orang yang belum tidak peduli padaku. Dia yang telah berdusta tak pantas mendapatkan perhatianku.
Aku tak mau berdiam diri memenuhi pikiran dengan penyesalan. Aku memilih untuk terus aktif bergerak, produktif berkat. Tak heran jika namaku kian tenar di kampus. Hampir semua dosen dan mahasiswa mengenalku. Mereka mengenalku sebagai pegiat sosial juga sebagai pegiat literasi di kalangan anak-anak muda. Aku juga pernah diundang salah satu televisi nasional sebagai narasumber dari kalangan mahasiswa dalam acara talk show.
Aku menikmati setiap aktivitas di dunia kampus. Tak lupa juga aku sempatkan bermain cinta dengan beberapa perempuan. Celakanya lagi, aku dikenal juga sebagai ‘Penakluk’ wanita. Ada juga sahabat karibku yang berkata bahwa aku ini pemain wanita yang bermain secara halus dan samar. Citraku sebagai intelektual seolah menutupi aibku sebagai ‘Casanova’ atau ‘Don Yuan’, kata Ferdi, salah satu teman organisasiku.
Entahlah, apapun pendapat mereka, aku hanya mendengarkan saja. Mereka juga tak pernah paham dengan motivasiku sehingga aku berbuat demikian. Lagian, kalau boleh jujur, salah satu alasan yang mendorongku bermain api asmara dengan beberapa perempuan adalah karena aku ingin aktualisasi diri. Sebagai pembuktian bahwa aku bisa merebut hati cewe manapun yang aku mau. Selain itu, alasan yang paling menonjol adalah sebagai ikhtiar mengobati luka lama. Aku ingin benar-benar melupakan mantanku.
Selanjutnya, aku mendapatkan undangan sebagai salah satu pembicara utama di Universitas Brawijaya, Malang. Acaranya seminar nasional dengan tema literasi. Singkat cerita, aku bergegas menuju Malang.
Sesampainya di Malang, aku sengaja tak menghubungi panitia. Selain tidak ingin merepotkan, aku ingin ngopi sebentar di alun-alun Batu.
Ketika tiba di alun-alun Batu, aku pesan kopi di salah satu cafe. Kemudian mencari tempat duduk yang rada sepi. Sembari menunggu pesanan, tiba-tiba seorang perempuan muda menyapaku dari belakang. Dan ternyata dialah mantanku.
……..
Mantan: “Halo Dani, masih inget aku?”
Aku :”Iya, inget, Vina kan, ke mana aja kamu? Kok menghilang tak ada kabar?”
Mantan:”Biar aku jelasin semuanya ya, mumpung kita ketemu.”
Aku:”Baiklah. Ini siapa adek kecil?”
Mantan:” Ini anakku Dan.”
Aku:”Loh, mana suamimu?”
Mantan:”Gak ada. Kami sudah cerai. Biar aku ceritakan semuanya. Jadi dulu itu, Anton pernah menyimpan perasaan sama aku. Pernah suatu waktu, kamu sakit dan nggak masuk sekolah. Ketika itu, Anton mengajakku pulang bareng. Kebetulan rumahnya searah dengan rumahku. Aku pun mengiyakan karena kondisi hujan deras dan kebetulan Anton bawa mobil. Maka kita pun pulang bareng. Sebelum membawaku pulang ke rumah, dia mengajakku ke rumahnya. Katanya ada obatnya yang ketinggalan. Di rumahnya aku disuruh mampir sejenak untuk minum. Dan minuman yang disuguhkan padaku ternyata menga dung obat bius. Di situlah kesucianku dinodai olehnya. Singkat cerita, aku minta tanggung jawabnya. Karena saat itu aku hamil. Lalu orang tua kami menikahkan kami. Untuk menutup aib keluarga, aku dan Anton sengaja pindah ke Malang. Jadi, ini adalah anaknya. Aku dan Anton udah setengah tahun bercerai karena dia selingkuh. Apa kamu bisa memahami kondisiku? Jadi sama sekali tak ada maksud untuk menjauhi kamu. Waktu itu HPku juga hilang. Akun medsosku diblokir sama Anton. “
Aku:”Ah, yang benar? Apa jaminan ceritamu bisa aku percaya?”
Mantan:”Jadi kamu masih belum percaya?”
Aku:”Belum. Kamu juga tidak pernah tau bagaimana rasanya ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya. Hampir dua tahun aku gonta-ganti pacar sebagai pelarianku. Sebagai usahaku melupakanmu. Aku belum yakin betul ceritamu tadi. Lagian kenapa kamu tidak ada usaha untuk mencariku. Atau sekadar mengabariku. Ah. Persetan memang.”
Mantan: (sambil nangis tersedu-sedu) “Maafin aku Dan, aku nggak ada maksud melukaimu, keadaan yang memaksaku.”
Aku: “Halah, omong kosong.”
Mantan:” Baiklah, aku menerima kok kalau kamu belum maafin. Aku izin pergi dulu.”
Aku: “Ok, hati-hati.”
………(percakapan selesai)…….
Setelah dia pamitan, aku menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya. Baru beberapa menit rokoan, tiba-tiba dari kejauhan aku melihat banyak orang bergerombol di tengah jalan. Aku pun bergegas melihat apa yang terjadi, dan ternyata mantanku ditabrak mobil. Beruntungnya, anaknya selamat dari kecelakaan itu. Aku bergegas menyelamatkannya dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Ternyata nyawanya tak tidak terselamatkan. Innalilahi wa innailaihi rojiun. Aku harus menerima kenyataan ini dengan ikhlas.
Anaknya tadi tiba-tiba datang kepadaku dan memberikan sebuah buku milik ibunya. Dan ternyata buku ini adalah buku harian sang ibu. Aku membacanya saat itu juga. Dan ternayata dari buku hariannya semua pertanyaanku terjawab sudah. Apa yang dia ceritakan tadi ternayata adalah sebuah kebenaran. Tak air mataku jatuh berlinang. Merasa bersalah. Merasa berdosa. Semoga saja dia memaafkanku. Dan jika keluarga besarnya mengijinkan, aku ingin merawat anaknya.
Demikian akhir dari ceritaku tentang mantan yang berakhir tragis dan penuh penyesalan. Ternyata luka hatiku masih lebih ringan dibandingkan dengan penderitaan mantanku.
Setelah jenazah disemayamkan, aku segera bergegas ke UB mengisi seminar. Tentu saja aku harus menampilkan wajah ceria dihadapan para peserta. Walaupun pada saat itu hatiku masih berkabut. Setelah acara selesai aku langsung balik ke Bandung; meninggalkan semua cerita yang ada di Kota Malang.
***
Pamekasan,
Kamis, 14 Mei 2020
09.59 WIB
Penulis: Muhammad Aufal Freski