Berita Ekonomi, Bisnis, Hiburan dan Wisata Indonesia Terbaru dan Terpopuler.

Pariwisata Antara Obsesi dan Realita

download252842529
download252842529

Oleh Muhammad Bisri Mustofa

Kebebasan Pers dan Visi Pariwisata

Saat ini masyarakat Indonesia tengah menikmati situasi kebebasan pers, setelah puluhan tahun seakan hanya menerima informasi yang kadar keakuratan dan kebenarannya masih banyak diwarnai versi penguasa. Namun dengan kebebasan pers saat ini tidak pula sedikit yang merasa cemas. Beberapa ruang publik sempat meragukan dan bahkan jadi bingung dengan semua informasi yang banyak beredar, yang terkadang berkesan menakutkan. Banyaknya latar belakang sosial dan status sosial masyarakat selalu menjadi batasan kritisi pers. Masalah kesenjangan juga turut berkecamuk disoroti semua media tanpa tebang pilih sampai pada isu pemelintiran kebenaran. Dan berakibat informasi publik menjadi sebuah momok yang abu-abu.
Faktor utama kehadiran wisatawan menuju sebuah tempat yang memiliki eksotisme dan nuansa indah menjadi hal penentu. Namun tidak banyak pula kecemasan muncul setelah mendengar kabar dan wacana yang ditimbulkan dari media massa. Aspek keamanan dan kenyamanan menjadi dominasi para wisatawan untuk memulai kunjungannya. Seindah apapun, negeri tujuan wisata, kalau ada informasi tidak aman, siapa yang mau datang? Sementara kondisi tidak aman dan nyamannya suatu tempat menjadi komoditas isian media massa  sebagaimana menjadi produk jurnalisme yang layak jual. Tidak pila sedikit media massa berisi dengan konten sex, war, crime, dan situasi politik yang panas sebagai andalan untuk dijual. Padahal kemunculan berita tersebutlah justru memamparkan kondisi yang menakutkan bagi wisatawan.
Visi pariwisata harus dimiliki oleh semua pihak jika Bengkulu masih sepakat dan punya komitmen untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai produk unggulan mendongkrak sistem ekonomi dan mengekspos kearifan lokal sebagai sarana pemulihan nama baik. Yang mana sejak zaman dahulu, Bengkulu banyak memiliki instrumen sejatah dan kekayaan alam yang layak disejajarkan dengan produk wisata daerah lainnya.
Visi pariwisata pada pemberitaan di media massa memang perlu dimasyarakatkan dengan tetap menghargai dan menghormati nuansa kebebasan pers yang ada. Pemahaman keterkaitan antara pariwisata dengan aspek yang melingkupinya, seperti perhotelan, perjalanan wisata, kerajinan, objek wisata, kuliner khas, serta budaya lokal menjadi rantai dan pendukung yang notabene melibatkan masyarakat banyak yang menggantungkan kehidupannya dari sektor pariwisata, menjadi tugas yang cukup berat untuk mengedepankan promosi melalui pers dan media massa tanpa membatasi kebebasan tersebut, di mana masyarakat pers juga memerlukan kebutuhan dasar pemberitaan yang menarik pembacanya.
Apabila ada saling pengertian antara perilaku masyarakat dan penyajian di media massa, alangkah indahnya situasi kebebasan pers teraplikasi dalam mendukung kebangkitan kembali sektor pariwisata yang saat ini sedang digadang-gadang menjadi produk unggulan menjual nuansa indahnya negeri Bencoolen menuju kesetaraan nasional tanpa embel-embel ‘wonderful Indonesia, wonderful Bengkulu 2020’.
Jika banyak pengusaha terkhusus sektor riil sekarang kian terpuruk, bahkan banyak investasi asing masih menunggu sesudah pemilu (atas latar belakang politik), dan menanti masyarakat Bengkulu kondusif (atas ketimpangan sosial dan ekonomi statis) untuk masuk ke Bengkulu, maka untuj tetap menjaga perputaran roda perekonomian di negeri tercinta ini, sektor pariwisatalah yang bisa jadi andalan dalam menunjang nama Bengkulu layak berkompetisi dan mengangkat diri dari angka termiskin di Nusantara.
Gubernur Dalam Pariwisata
Saat ditanya siapa yang seharusnya jadi corong atau public relations pariwisata masing-masing provinsi atau daerah, maka mencuatlah instansi pariwisata, bisa juga bafan atau lembaga promotor wisata, maupun pelaku pariwisata itu sendiri. Namun langkah yang harus ditempuh Provinsi Bengkulu dalam menunjang eksistensi kearifan lokal dan budaya yang ada di dalamnya, menjadi langkah konkret Gubernur yang secara proaktif dan cepat dalam mengantisipasi kondisi sosialnya.
Sikap tanggap Gubernur pun tampak ketika pelaku pariwisata, terutama kalangan travel agent mengeluhkan minimnya transportasi udara dan laut yang diharapkan jadi pendukung utama kehadiran para wisatawan. 
Pembangunan kepariwisataan dengan pengembangan dan pemanfaatan objek wisata tidak akan optimal tanpa didukung pembangunan prasarana yang memadai. Salah satu langkah konkret adalah mempersiapkan agar bandara Fatmawati  dimungkinkan untuk menerima penerbangan langsung dari luar provinsi maupun luar negeri. Namun hal itu masih diperlukan waktu yang lama kendati saat ini transportasi daratnya masih simpang siur pelayanannya. 
Pariwisata Bukan Sekedar Konsep
Pariwisata di Bengkulu bukan hanya sekedar konsep belaka. Bukti nyata dari keseriusan Gubernur Bengkulu dalam membangun konsep Bengkulu sebagai Kota Wisata mendenging hingga mengusung kesetaraan Lokal dengan nama ‘Wonderful Bengkulu 2020’. Sebagai acuan yang saat ini dilirik adalah pengembangan sektor destinasi wisata Pantai Panjang dan Kulinerisasi Kopi. 
Lantas Ikon Sejarah, mau dikemanakan? Tetap. Kita tetap menjual sejarah sebagai produk unggulan dalam menggaet wisatawan lokal dan luar negeri. Namun bagaimana isu kedepannya untuk tetap menjaga keaslian ikon sejara di Bengkulu? Seperti Lapangan Merdeka misalnya. Atau juga Bukit Tapak Paderi yang saat ini tinggal sejengkal nama sebagai Taman ‘Sendal Jodoh’. Ataukah memunculkan sesuatu yang baru dan kemudian menanggalkan keasrian ikon lainnya, seperti pembangunan Danau Dendam Tak Sudah yang secara asli adalah ‘DAM’.
Bersamaan dengan makin terpuruknya bisnis sektor rill, maka usaha bisnis sektor pariwisata juga terkena imbasnya. Terkhusus di bidang bisnis jasa akomodasi, yakni wisma dan perhotelan di sepanjang Pantai Panjang uang sangat bergantung pada tamu asing. Ketika wisatawan tidak lagi muncul, muka masam para pengelola hotel akan jadi kekhawatiran baru. Begitupun besaran pungli dan penyalahgunaan hotel menjadi tempat mesum para pelajar di Bengkulu. Siapa yang layak disalahkan? Tentunya yang memiliki wewenang pengelolaan sektor pariwisata dan pemerintah daerah yang sejak awal mendengungkan konsep tersebut. 
Pariwisata Bengkulu, Antara Politik dan Ekonomi
Bagaimana kalau para pengamat dan praktis ekonomi membahas proritas dalam memulihkan situasi kesinambungan dan menekan angka kemiskinan di Bengkulu? Jawabannya adalah dampak politik dan ekonomi. Lalu, bagaimana jika kita dihadapkan oleh persoalan praktis pariwisata? Jawabannya adalah benang kusut politik dan ekonomi harus sama-sama diselesaikan, sebab kondisi pariwisata Bengkulu saat ini ibarat terjepit antara situasi politik yang blablabla dan perhitungan ekonomi yang sama-sama runyam. 
Padahal, bicara soal pariwisata, bayangan kita akan tertuju pada rombongan wisatawan lokal maupun mancanegara ke Bengkulu dengan mengunjungi puluhan objek wisata dan ramai-ramai membelanjakan uang mereka kepada masyarakat lokal. Namun jika kondisinya ekonomi dan politik serta pengelolaan prasarana yang serba tanggung-tanggung saat ini, siapa yang akan datang?
Jadi sebenarnya kunci utama kedatangan wisatawan atau suksesnya program wisata secara berkesinambungan sangat bergantung pada rasa aman dan nyaman serta kearifan lokal yang benar-benar arif tanpa mencuatnya latar belakang baru, seperti halnya pungli, sampah, dan prasarana yang tidak terjaga.
banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *