Berita Ekonomi, Bisnis, Hiburan dan Wisata Indonesia Terbaru dan Terpopuler.
Cerpen  

Namaku Tercecer di Lembar Kalkir

Oleh Muhammad Bisri Mustofa

   Setiap kali aku membuntuti beliau mengendap-ngendap menuju kediamannya, ada saja perasaan gelisah yang menghantui sepanjang perjalanannya. Tak jarang kami saling membuang muka sebelum sampai pada markas kebesarannya. Ruang Ujian, tempat favoritnya. Entah mengapa dosen yang ini lebih lain dibanding dosen lainnya, fanatik, idealis, profesionalitas, namun terkadang ada yang kurang dari apa yang terpapar selama ini. Konsistensi.
     Sebelum sampai ketempat kerja yang jadi singgasananya, dia sama sekali enggan berkomentar atau sekedar basa-basi. Jenggot dan kumis putihnya tebal bercabang, menambah sosok karismatik dihadapan mahasiswa dan para dosen lain yang jauh terpaut beberapa tahun dengan umurnya. Kami para mahasiswa selalu menyebutnya “the special one”, sama halnya dengan tokoh pelatih club sebak bola Manchester United Jouse Mourinuo. Mirip sekali malah ketika kita membandingkan format wajah dan penampilannya serta sifat kerasnya membimbing anak asuhnya. Itulah Bapak Hamzah, dosen ahli bidang Sastra. 
    Sebelumnya perkenalkan nama dari seekor ‘aku’, mahasiswa semester akut program studi Bahasa Indonesia dengan judul skripsi “Sebuah Harap Manusia Kepada Manusia Dalam Novel Aku Ingin Lulus Karya Ande Roid (Melalui Pendekatan Estetika)”, Den Muhabi, kelahiran Teluk Jenggalu Bengkulu. Sedemikian akutnya pengabdianku kepada tugas akhir, Rekor MURI malah selayaknya mengganjar penghargaan kepadaku tanpa ditentukan kriteria yang berlaku. Pasalnya Aku sudah hampir 2 tahun terhenti membelanjai Skripsi untuk membarternya dengan selembar Ijazah, sedang masa kronisnya lagi hanya berlaku 1 tahun perpanjangan waktu. 
     Dan entah mengapa hal tersebut sungguh sangat berat dan keras kurasakan. Hampir setiap hari jiwa ragaku kuabdikan hanya untuk mencari dan mencari berbagai sumber referensi dalam penelitianku yang ada saja setiap kali revisi, apapun masalahnya menjadi berubah seiring kegilaan dari metafora beban tugas dosen pembimbing. Memang benar adanya jika tugas kami sama-sama berat, Aku memperjuangkan nama baik keluarga, dan beliau mempertaruhkan nama Universitas. 
    Tak jarang Aku mencoba mendekati kegersangan hati beliau dengan sering berbasa-basi menawarinya jasa korektor membantu menyelesaikan tugas h, ataupun sekedar mengajaknya makan siang di kantin, untuk terus mencoba mencairkan suasana kepekatan antara kami berdua. Namun hal tersebut sama sekali tidak berhasil ataupun menggeser jiwa idealismenya menuju arah keibaan. Malah yang ada, begitu mencari jalan keluar dari sebuah masalah yang ada, justru masalah tersebut terus dikaitkan kedalam penelitian. Entah apa yang terpikir dalam benak beliau sehingga tega menangguhkan hasil amandemen Dospem II untuk segera meluluskanku. 
     Dan hari ini kuputuskan menghadapinya ke 33 kali bimbingan dengan segala siasat untuk mendesaknya segera meng-ACC skripsi-ku. Aku terus menguntitnya dari segala arah beliau pergi. Kami sudah hapal betul jika beliau juga pandai menghilang dari peradaban saat sekian mahasiswa mengantrinya bimbingan. Setelah sekian jauh memata-matainya akhirnya Aku melihatnya tengah bersender di bangku depan Prodi. Akupun segera menghampirinya dengan satu perasaan tersisa. Yakin. 
   “Assalamualaikum. Pak, bisa bimbingan hari ini?” kataku sambil menyambut tangannya menyalami.
   “Waalaikumsalam. Apalagi masalahmu? Kan sudah kelar semua apa yang kamu kaji dan diteliti. Mau apa lagi?”
     “Ada satu masalah yang belum terpenuhi untuk skripsi saya, Pak. Acc. Orang tua sudah lama menanyakan kapan saya akan sidang dan wisuda. Mereka terus mendesak saya untuk lulus tahun ini, atau tidak, saya akan berhenti dibiayai kuliah” curhatku memancing sikap toleransinya. 
    “Skripsimu ngga saya bawa. Saya tinggal di rumah. Saya juga lagi sibuk ngurusi skripsi adik-adikmu yang lain. Bukan kamu saja yang harus dipenuhi.”
    “Aduh, pak. Kenapa demikian? Kan jika memang masalah penelitiannya sudah fix sesuai dengan metode yang saya ambil, kenapa bapak tidak segera ACC? Saya mau sidang, pak. Masa bapak tega saya lanjut semester depan. Saya ini sudah semester 12 pak. Dua semester lagi saya bakalan di deportasi.” spontan mataku mulai berlinang, namun tak sempat ku muntahkan karna Aku tau, tak layak seorang lelaki menangis dihadapan masalahnya, namun berhak menangis ketika enggan melaksanakan kewajiban dan tugasnya. Lebih-lebih para adik tingkat sudah mulai berdatangan mengantri.
    “Memang masalahnya sudah sesuai kamu kaji dalam penelitian. Tapi ada satu masalah kecil lagi yang membuat saya mengganjal dalam hati dan akal, untuk segera menekken tanda tangan dalam skripsimu.”
     “Apa, pak? Saya sudah sering mendengar bapak bicara seperti itu. Dan saya selalu menuruti  langkah kerja yang bapak harapkan. Ini sudah yang kesekian kali saya bimbingan dan tidak satupun bapak garisbawahi kesalahan apa yang harus saya rubah”.
  “Nak. Nur Muhabi. Bapak kan sudah bilang. Sesuaikan isi dengan masalah. Sesuaikan kajian dengan masalah. Samakan hasil dengan masalah. Judul masalahmu kan sudah jelas ‘Sebuah Harap Manusia Kepada Manusia Dalam Novel Aku Ingin Lulus Karya Ande Roid (Melalui Pendekatan Estetika)’. Terus selama ini saya tanya sama kamu. Kamu itu muslim. Saya lihat setiap kali masuk salat Zuhur dan Ashar kamu tidak pernah hadir didalam masjid untuk ibadah, malah kamu asik merokok sambil ngopi di kantin. Lalu sudah berapa kali kamu saya pergoki jalan gonta-ganti pacar. Rajin kencan dikafe, kedai dan semacamnya. Kamu tidak sadar kan kalau saya itu yang punya kedai S.R di Penurunan. Nah, Terus yang diharapkan kamu kepada saya itu apa? Sedang kamu sedikitpun tidak pernah berharap pada tuhan. Disitulah saya selalu beralasan mengapa tidak segera meng-ACC skripsimu. Yaitu agar kamu terjun langsung kedalam objek penelitianmu supaya saya tau, apa yang kamu kerjakan itu benar-benar karya sendiri dan kamu yang mengerjakan sendiri tanpa plagiasi. “
  Seketika, seluruh anggota antrean bimbingan skripsi diam. Dan Aku tetap jadi ‘aku’ selama ini.
Bengkulu, 25 mei 2018

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *