Berita Ekonomi, Bisnis, Hiburan dan Wisata Indonesia Terbaru dan Terpopuler.

Ketika Diam Adalah eMbuh

Suatu ketika, di tepi persinggahan danau, ada seorang yang termenung memandang hamparan air beriak dan gelombang syahdu. 
Tatapannya kosong, dengan potongan rambut cepak tak tertata dan setelan baju kemeja pendek celana cingkrang dengan kerah tak tertutup rapi, terlihat bahwa fulan adalah seorang yang sedang stress, depresi. 
Dilaluinya jembatan-jembatan yang tertata rapi. Bunga-bunga taman dan pancuran danau, ia perhatikan dengan seksama. Bukan sebuah keheranan sebetulnya. Namun seiring hari, dia terus terlihat menapaki jalan yang sama, berulang-ulang, dan terus berulang. 
Sampai pada hari ketujuh belas ia berhelat, penjaga danau yang sangat dikenal sebagai mahluk mistis, sore hari, menggertaknya karena curiga ritual apa yang sedang si Fulan jalani hingga terus-terusan kemari. 
“Hoiii, kau!? Sudah dua minggu lebih tingkah lakumu mencurigai keberadaanku. Siapa kau ini? Paranormal kah, dukun, ahli nuzum, atau kyai? Yang jelas potonganmu bukanlah seorang pengunjung. Apa maksudmu terus keliling sambil menguntitku?!” Katanya dengan nada keras. 
Karena kehadiran mahluk astral ini terkesan dibuntuti, si Fulan pun tetap santai tak menghiraukan. 
“Hoii! Jawab pertanyaan ku. Apakah sudah hebat ilmu mu sampai kau berani melawan ketangguhanku? Kau tidak tahu, selama enam tahun aku di sini, sudah lebih dari puluhan penjaga dan para dukun mati, jadi tumbal makananku, hahahah” jelasnya sambil terkekeh. 
“Hoi, manusia tolol. Beraninya kau menantang ku, ya! Baik jika itu mau mu. Hoiii, lihat aku! Aku di belakangmu, setan!!” Sampai tak sadar, si Ghoib pun menyebut dirinya sendiri. 
Masih dengan santai tak peduli, orang tadi terus melanjutkan jalannya. Hal tersebut membuat si Ghoib marah besar, selama hidupnya, baru kali ini dia dicueki. Akhirnya, dengan segala ketangkasannya, Ghoib menghilang berpindah tepat di hadapan si Fulan. 
Sontak terkejut setengah mati, Fulan pun lari terbirit-birit tak tentu arah. Segala yang ada di depannya ia tumbur. Dan hampir beberapa kali ia nyaris tercebur ke dalam Danau.
Si Ghoib keheranan. Tak berinisiatif mengejar, ia malah balik berfikir tentang manusia yang baru berhadapan dengannya. 
“Hebat. Andai saja ia menjawab tanyaku tadi, sudah barang tentu nyawanya jadi milikku. Dia beruntung bisa selamat dariku. Tapi mengapa setelah melihatku ia lari ketakutan?” Tanyanya dalam hati. 
. . .
Keesokan harinya, pagi hari, penjaga Danau sungguhan yang sudah terlihat senior, bingung kelabakan mencari-cari si Fulan. 
“Kemana Fulan, sudah pukul sebelas belum juga datang bekerja. Mana para pengunjung sudah banyak yang datang, lagi. Belum juga sebulan sudah buat ulah. Huh.” dengan kekesalannya Senior pun berkeliling menjaga stabilitas Danau, mengawasi gerak-gerik pengunjung yang selalu membuang sampah sembarangan. 
Pukul tiga sore, si Fulan datang kelokasi Danau. Ia langsung menuju loket karcis yang sekaligus sebagai kantor. 
Dengan langkah gontai, ia datang mengajukan surat pengunduran diri. 
Sang pengelolapun bicara dengan bahasa kinetographi, “#@$#&¥£€¢#$#*$*#@¥£π€£¥%$@#$#@$” 
Fulan menjawab, “$+^¶¢_+#+@7)&#+#+_!_((#+#+” Sambil mengangguk, Fulan pun permisi. 
Para karyawan lain tak mengerti apa yang dikatakan mereka berdua. Obrolan senyap dan berkesan.
Seiring perginya Fulan dari kantor dengan membawa segala barang berharganya, para karyawan lainnya menghantarkan dengan ekspresi cemas masing-masing. 
“Apa yang akan terjadi selanjutnya. Hanya si Fulan satu-satunya orang yang bertahan tujuh belas hari menjaga Danau” gumam salah satu karyawan.
Ternyata selain bisu, Fulan juga adalah seorang tunarungu. Dan pasalnya, siapa saja penjaga Danau yang bilamana ia bertugas menjaga, terus diam tak menjawab ketika didatangi mahluk Ghoib, maka ia akan selamat. 
                                         – – – –
Bengkulu, Juli 18
banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *