sakitmu berlabuh setiap kali kulamunkan
entah lampau, jua masa depan yang terus menggumpal pada khayalku.
Diayu, senyummu melukai langkah kakiku
tangismu tenggelamkan amarah yang tak kuasa kuhempaskan
diam aku lelah, merajut harap pun sebuah sia-sia.
Bak nadir yang rajin menyapaku
senyum itu, membuatku pucat pasi
melihat tabah yang kian goyah mencerca
suara batin yang terdengar sayup di kejauhan
menyerukan nostalgia nan fana
menghakimi janji-janji suciku kala itu
dan sampai kata tunai memuai jadi fardu.
Diayu,
sekali lagi, sabarlah menunggu.
Bengkulu, 100219