Bengkulu – Sudah lebih dari lima kali niat ke air terjun Curug Sembilan. Sebanyak itu juga niat itu belum kesampaian. Ada saja halangan ketika akan berangkat. Masalah alam hingga masalah pribadi anggota tim yang akan ikut.
Tapi Sabtu tanggal 28 Mei 2021, niat dan rencana matang sudah membawa saya dan rombongan mengarahkan mobil ke desa Tanah Hitam yang ada di Kabupaten Bengkulu Utara.
Jam 07 pagi, kami yang berjumlah 3 orang harus sudah meninggalkan kota. Waktu dalam mencari bbm solar dan antrian panjang membuat mobil tim youtuber ‘Bung Koni’ baru sampai hampir jam 8 pagi.
Di Pekik Nyaring, diketahui salah satu lensa kamera bermasalah. Terpaksa balik lagi ke kota untuk mencari pengganti salah satu ‘alat tempur’ tersebut.
Setelah mendapatkan ‘senjata baru’ ban mobil melaju dengan cepat melewati jalan yang lebar dan masih banyak lubangnya. Di simpang tugu Polwan ‘milenial’ stir dibelokkan ke kanan.
Hati-hati, jalan ini agak sempit, memiliki banyak tikungan tajam dan di beberapa bagian badan juga terdapat banyak ‘ranjau’ berupa lubang.
Sampai di simpang tiga desa Tanjung Agung Palik, kami ambil jalan lurus. Lebih di kenal ‘jalan tengah’ menuju ibu kota kabupaten Arga Makmur.
Melintasi jembatan baru, terlihat air sungai Palik yang besar, dangkal dan hari itu agak jernih. Mungkin sudah beberapa hari di hulunya tidak hujan.
Kondisi jalan kecil dan masih banyak tikungan tajam, berlubang di beberapa tempat, membuat supir harus mengurangi kecepatan laju kendaraan.
Simpang tiga yang ada bacaan ‘Arga Makmur’, kami ambil jalan kanan menuju kota kabupaten. Menjemput salah seorang anggota tim yang menunggu di simpang SMEA.
Kota ‘tua’ Arga Makmur harusnya jauh lebih maju dari ibu kota kabupaten lain, selain memiliki sumber kekayaan alam laut, tambang, sawah dan perkebunan yang sangat luas, juga masyarakatnya sudah sangat banyak yang menyelesaikan pendidikan jenjang kesarjanaan.
Entah di mana masalahnya hingga kota kecil ini tidak begitu banyak perubahan. Kalau malam, kata masyarakatnya, menjadi kota mati.
Meninggalkan kota Arga Makmur menuju tempat pertemuan dengan pemilik akun YouTube ‘Marion Journey’ di tempat yang sudah dijanjikan.
Memasuki wilayah yang dulunya adalah daerah transmigrasi, kembali menemukan kenyataan bahwa daerah tersebut mengalami percepatan ekonomi jauh lebih cepat dari masyarakat lokal. Etos kerja, kebersamaan dan pola pikir mungkin menyebabkan situasi ini.
Memasuki jalan Tanah Hitam yang sudah sangat terkenal oleh air Terjun Curug Sembilan, adanya habitat Rafflesia dan kopi robustanya yang pahit, kendaraan yang membawa kami berjalan tersendat-sendat. Oleng ke kiri atau ke kanan.
Jalan ini tidak semegah pintu gerbang yang ada di belakang. Sama halnya kebanyakan jalan menuju lokasi wisata bagus yang ada di provinsi Bengkulu. Akses jalan masih sangat tidak bersahabat dengan wisatawan.
Batuan ‘macang’ yang longer dan sudah lepas dari posisi awalnya sangat membahayakan bagi pengendara terutama kendaraan road dua.
Saran terbaik saya ketika melewati jalan ini adalah, “Bagi ibu-ibu hamil muda berhati-hatilah. Karena akan membahayakan janin anda.”
Jam sudah menunjukkan jam 11 lewat 30 menit ketika kami melapor ke base camp pemandu menuju air terjun maskot wisata alam kabupaten Bengkulu Utara yang akan kami tuju. Berarti kurang lebih 2,5 jam perjalanan dari kota jika ditempuh tanpa kendala.
Bagi calon pengunjung, sangat dianjurkan untuk mengisi data-data penting ketika mengisi daftar pengunjung dan mengikuti semua yang tertulis juga arahan yang disampaikan oleh pemandu. Antisipasi hal yang tidak diinginkan juga demi kenyamanan bersama. Mengingat jalan yang akan dilewati ekstrim dan memakan waktu kurang lebih 3 jam.
Bersama 2 orang pemandu dan 3 orang mahasiswa yang sampai hampir berbarengan, mulai memasuki jalan menuju target kurang 6 menit dari jam 12. Menapaki jalan setapak milik para petani kopi, menyeberangi 3 anak sungai, menuruni dan mendaki beberapa bukit, menemukan beberapa ‘Anjung’ yang tidak ada penghuninya dalam kebun-kebun ‘kawo’, dan istirahat berkali-kali, sampailah tim yang berjumlah 9 orang ke pos terakhir sebelum air terjun jam 3 lewat.
Anjung’ adalah pondok kebun tempat tinggal petani dalam bahasa suku Serawai. Sedangkan ‘kawo’ penyebutan untuk kopi dalam masyarakat suku Rejang. ‘Kawe’ dalam bahasa Serawai.
Di ujung pendakian sebuah tebing, kami bertemu dengan 3 orang mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri Bengkulu asal Medan yang telah kembali dari tujuan yang akan kami tuju.
Mestinya 3,5 jam perjalanan sudah sampai ke lokasi air terjun. Tapi karena kami banyak istirahat, maka waktu yang kami jangkau lebih lama.
Di anjung sebagai post terakhir, seluruh rombongan istirahat sambil makan bekal yang dibawa dari kota. Dilanjutkan dengan menikmati kopi hitam disediakan oleh pemilik anjung yang ramah.
Menghirup aroma dan menyeruput pelan kopi panas di dalam kebunnya yang dikelilingi oleh sejuknya hutan dengan ketinggian 600 mdpl, suara desau angin yang membawa deru air terjun serta celoteh burung, adalah benar-benar nikmat alam yang mesti harus selalu terjaga.
Setelah diskusi sambil ngopi, akhirnya diambil kesimpulan bahwa perjalanan selama kurang lebih 1 jam ke lokasi air terjun Curug Sembilan yang tingkat pertamanya terlihat sangat indah dari lokasi kami berada, HARUS DITUNDA dan akan diulang lagi hari Sabtu berikutnya.
Mengingat medan yang sangat berat dan jalan yang akan kami langkah sudah gelap dalam lindungan dedaunan pohon hutan perawan membuat pemandu tidak berani membawa kami.
Baiklah, kami segera pulang dan sampai di pintu masuk hutan bertepatan dengan matahari tenggelam. Rona jingga langit menyambut mata kami pada langkah terakhir di ujung jalan.
Bagiku, air terjun Curug Sembilan benar-benar ‘bangsadh’! Pada niat kali inipun kembali gagal. Semoga niat berikutnya akan sampai ke puncak ‘hasrat’, tentunya akan mengubah strategi dengan mengatur ketetapan waktu.
Satu hal yang selalu aku usahakan tertanam di sanubariku adalah “Apapun yang terjadi padaku adalah atas kehendak SANG MAHA PENGATUR dan itu PASTI YANG TERBAIK.
Sebagai penutup Mari kita berpantun ” Kalau ada jarum di ladang, jangan terjatuh dalam jerami. Kalau ada kata bagai pedang, bukan maksud untuk menyakiti”.
“Jangan berakit ke hulu, jangan berenang ke tepian, capek tau… “
Catatan perjalanan ke Curug Sembilan bagian pertama. Perjalanan ini disponsori secara penuh oleh channel YouTube ‘Bung Koni’
Penulis: Bagus SLE
Dokumentasi: Bung Koni