Jakarta – Tim gabungan yabg terdiri dari Penyidik Bareskrim Mabes Polri, Minerba Pusat Inspektur Tambang, dan Kasatgas Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menemukan delapan eksavator yang digunakan untuk melakukan penambangan ilegal dan mengamankan tujuh orang yang diduga sebagai pelaku penambangan ilegal, di lokasi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT. Bangkit Limpoga Jaya, di daerah Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Hal ini ditegaskan kuasa hukum PT. Bangkit Limpoga Jaya, Dr. Duke Arie Widagdo, saat gelar konferesnsi pers, Rabu (10/8/2022).
Ketujuh orang tersebut telah dilakukan BAP di Polsek Ratatotok. Sedangkan delapan eksavator telah dilakukan police line di basecamp PT. Bangkit Lipoga Jaya sebagai barang bukti, termasuk juga ditemukan sajam yang berukuran besar di kamar Basecamp.
“Kami mewakili Pihak perusahaan PT. Bangkit Limpoga Jaya memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada Tim Gabungan yakni Bareskrim Mabes Polri, MINERBA Pusat Inspektur Tambang, dan Kasatgas Investasi BKPM karena telah melakukan pengamanan atas lahan kami yang dijarah secara masif oleh para pelaku penambang ilegal. Keberhasilan Tim Gabungan ini menunjukkan bahwa negara hadir dalam memberikan perlidungan kepada pelaku usaha/investor, sehingga hal ini memberikan kepercayaan masyarakat kepada khususnya institusi Polri yang akhir-akhir ini menjadi sorotan media,” papar Duke Arie.
Menurut Duke, kegiatan Penambangan Ilegal yang dilakukan secara masif dengan melibatkan alat berat menunjukkan bahwa kegiatan tersebut sudah sangat terorganisir. Duke menduga, ada mafia tambang di dalamnya. Apa yang telah dilakukan mafia tambang tersebut merupakan bentuk penjarahan terhadap Kekayaan Negara.
“Mereka menambang secara ilegal hanya untuk kepentingan kelompok atau pribadi tanpa ada kontribusi untuk negara,” tambah Duke, sembari menjelaskan bahwa PT. Bangkit Limpoga Jaya sebagai perusahaan yang sah dan melakukan usaha secara benar, mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) guna memenuhi syarat sebelum melakukan penambangan.
“Jika kegiatan penambangan ilegal ini terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin kekayaan negara akan hilang yang jumlah deposit emas diperkirakan sebesar 1 Triliun Rupiah, dan lingkungan hidup akan rusak,” ujar Duke yang juga pengurus pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara ini.
Masifnya penambangan liar dengan menggunakan delapan eksavator, menurut Duke ada dugaan keterlibatan beberapa pihak yang disebutnya sebagai mafia tambang.
“Mereka terdiri dari pihak pemodal inisial YO, yang bekerjasama dengan pihak internal perusahaan PT. BLJ atau oknum perusahaan yang mengaku sebagai pemilik lahan inisial ACK, oknum ASN, dan Oknum APH. Dari hasil kegiatan OTT atas penambangan ilegal ini, kemudian kami mendapat informasi bahwa tim mendapat intervensi dari pihak lain. Kami sudah mengantongi nama-nama tersebut. Kami juga telah berkoordinasi dan meminta perlindungan hukum kepada Kemenkopolhukam atas kegiatan penambangan ilegal ini yang diduga melibatkan Mafia Tambang,” jelas Duke.
Kepada tim gabungan, Duke memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah turut serta melakukan penegakan hukum atas kegiatan penambangan ilegal di lokasi IUP OP PT. Bangkit Limpoga Jaya.
“Kami mewakili pihak perusahaan memerikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah turut serta melakukan penegakan hukum atas kegiatan penambangan ilegal di lokasi IUP OP PT. BLJ, yakni Pihak Bareskrim TIPIDTER Mabes Polri, MINERBA Pusat Inspektur Tambang, dan Kasatgas Investasi BKPM, serta dukungan dari Pihak Kemenkopolhukkam RI. Kehadiran negara dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha atau investor sangat diharapkan, disisi lain juga untuk menyelamatkan kekayaan negara dari kegiatan penambangan ilegal,” pungkas Duke. (*)